Jumat, 11 Mei 2012

Peradilan Administrasi Pajak


PEMBAHASAN
A.    Unsur- unsur Peradilan
a.       Adanya suatu hukum yang abstrak yang mengikata umum yang dapat diterapkan pada suatu persoalan
b.      Adanya suatu perselisihan hukum yang konkrit
c.       Adanya sekurang- kurangnya dua pihak
d.      Adanya suatu aparatur peradilan yang berwenang memutuskan perselisihan.
Agar suatu peradilan dapat merupakan suatu peradilan administrasi, maka disamping unsure- unsure di atas dipenuhi, harus ada unsure- unsure lainnya, yakni:
a.       Bahwa salah satu pihak yang berselisih harus administrasi yang menjadi terikat karena perbuatan salah seorang pejabat dalam batas wewenangnya.
b.      Diberlakukannya “hukum public” atau hukum administrasi terhadap persoalan yang diajukan.
Unsur- unsur yang menentukan bahwa suatu perselisihan termasuk wewenang peradilan administrasi pajak ialah sifat dan pihak yang berselisih dan sifat perselisihannya. Di sini yang menjadi pihak ialah pemerintah, khusus dalam kualitasnya sebagai pemungut pajak (fiskus) dan pihak lain adalah rakyat selaku wajib pajak.
Peradilan administrasi pajak yaitu peradilan yang menyelesaikan semua macam dan semua bentuk perselisihan mengenai pajak- pajak. Sebagaimana diketahui bahwa peradilan administrasi dapat dibagi atas:
1.      Peradilan Administrasi Murni
Adalah suatu peradilan administrasi yang memenuhi syarat- syarat seperti yang diuraikan di atas yang menyerupai peradilan yang dilakukan oleh pengadilan biasa.
Ciri khas suatu peradilan murni ialah adanya suatu hubungan segitiga antara para pihak dan badan atau pejabat yang mengadili. Badan atau pejabat yang mengadili perkara ini merupakan badan atau pejabat “tertentu” atau “terpisah”.
Tertentu artinya bahwa badan atau pejabat itu ditentukan oleh UU atau peratuaran lain yang mempunyai tingkatan sama dengan suatau UU dan diberi wewenang  untuk mengadili perselisihan administrasi, seperti peradilan pajak ditingkat banding yang dlakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Terpisah artinya bahwa badan atau pejabat yang melakukan peradilan itu tidak merupakan bagian dari salah satu pihak atau tidak termasuk di bawah pengaruh salah satu pihak sehingga badan atau pejabat yang mengadili perkara itu berada di atas para pihak.
2.      Peradilan Administrasi tak Murni
Adalah peradilan yang tidak sepenuhnya memenuhi syarat- syarat peradilan administrasi murni seperti tersebut di atas.

B.     Isi Surat Keberatan
Syarat minimum isi surat  keberatan:
a.       Pernyataan bahwa wajib pajak merasa keberatan terhadap ketetapan pajak
b.      Jenis pajaknya
c.       Tahun pajak
d.      Nomor pokok wjib pajak
e.       Nama dan tanda tangan wajib pajak
Pada lazimnya Surat Keberatan itu memuat alasan- alasan mengapa seorang wajib pajak keberatan terhadap ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya. Namun alasan ini bukan merupakan syarat mutlak untuk umtuk sahnya surat keberatan. Meskipun demikian sebaiknya wajib pajak mengajukan alasan- alasan guna meyakinkan pejabat yang akan memberikan keputusan atas keberatan itu.
Surat keberatan yang tidak disertai alasan adalah lemah., karena kemungkinan bahwa keberatan itu ditolak. Alasan yang diberi UU pajak terhadap wajjib pajak yang ingin mengajukan keberatannya adalah berkisar pada Dasar- dasar pengenaan pajak yang telah ditentukan oleh Kantor Pelayanan Pajak setempat.

C.    Keputusan Atas Surat Keberatan
Keputusan Direktur Jendral Pajak atas keberatan wajib pajak dapat berupa:
1.      Menerima seluruhnya atau sebagian
2.      Menolak seluruh keberatan
Bila surat keberatan itu diterima seluruhnya, maka tidak perlu diberikan alasan, cukup dinyatakan di dalamnya bahwa keberatan si pemohon dapat diterima dan karena itu pajak dikurangkan.
Bila surat keberatan itu ditolak seluruhnya, berarti wajib pajak tidak dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak secara jabatan yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, ada kemungkinannya bertambah, ataupun tetap jumlahnya.
Wajib pajak yang belum merasa puas terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak mengenai keberatannya itu, dapat mengajukan “banding” kepada Badan Penyealasaian Sengketa Pajak (BPSP) di Jakarta.

D.    Banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP)
Bilamana wajib pajak tidak puas Surat Keberatan yang ditolak olah Direktorat Jenderal Pajak,, wajib pajak masih diberikan kesempatan untuk memperolah keadilan dengan cara mengajukan “banding” pada Badan Penyelesian Sengketa Pajak seperti halnya dengan Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) yang tempat kedudukannya hanya ada di ibukota Negara berdasarkan pasal 3 UU No. 17 tahun 1997.
Sebagaimana ditegaskan dalam Penjelasan Umum UU No. 17 tahun 1997, bahwa BPSP adalah Badan Peradilan Pajak yang mempunyai tugas memeriksa dan memutus sengketa pajak berupa:
a.       Banding terhadap keputusan yang berwenang
b.      Gugatan terhadap pelaksana peraturan perundang- undangan perpajakan di bidang penagihan.
Pembentukan BPSP adalah perintah pasal 27 UU No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000. Pasal 27 ini menegaskan bahwa wajib pajak dapat mengajukan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak. Keputusan Badan Peradilan Pajak ini adalah keputusan akhir dan bersifat tetap, dan keputusannya bukan ke[tusan Tata Usaha Negar. Oleh karena itu keputusannya tidak bisa diajukan kasasi maupun peninjauan kembali. BPSP tidak berpuncak pada MA RI.

E.     Gugatan
Jika dalam banding yang diajukan oleh wajib pajak adalah besarnya jumlah utang yang telah ditetapkan oleh fiksus ( Negara selaku pemungut pajak) yang mana jumlah itu tidak disetujui oleh wajib pajak. Sedangkan dalam gugatan, maka yang digugat oleh wajjib pajak adalah pelaksanaan UU Perpajakan di bidang Penagihan Utang Pajak. Jika pejabat pajak atau fiksus melakukan pelanggaran. UU Pajak di bidang penagihan pajak, wajib pajak dapat mengajukan gugatan pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).
Dalam UU No. 19 tahun 2000 pada pasal 8, ditegasakn bahwa surat paksa baru dapat dikenakan kepada wajib pajak/ penanggung pajak apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran  atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis. Dengan demikian surat paksa baru dapat dikebakan terhadap wajib pajak setelah wajib pajak terlebih dulu diberikan peringatan atau teguran untuk melunasi utang pajaknya. Jika teguran tersebut tidak dipenuhi oleh wajib pajak barulah diterbitkan Surat Paksa.
Berdasarkan ketentuan pasal 41 UU No. 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, penggugat harus melunasi biaya pendaftaran sebesar Rp. 1.000.000,-. Biaya ini cukup tinggi dan belum tentu gugatan wajib pajak atau penanggung pajak bisa diterima/ dikabulkan oleh BPSP. Biaya ini mugkin disengaja untuk menghalangi wajib pajak yang hanya ingin mencoba menngajuakn gugatan tanpa alasan- alasan yang kuat atau alasan yang dijammin oleh UU. Banding maupun gugatan wajib pajak tidak menunda pelaksanaan penagihan utang pajak. Dalam hal gugatan penanggung pajak dikabulakn olah BPSP, maka berdasarkan pasal 37 ayat 1 UU No. 19 tahun 2000 dapat memohon pemulihan nama baik dang anti rugi kepada pejabat. Besarnya ganti rugi paling tinggi Rp. 5.000.000,-.

F.     Pemeriksaan Di Muka Sidang.

Dalam UU no.14 tahun 2002 ,ada dua macam pemeriksaan :
1.      Pemeriksaan dengan acara biasa.
Pemeriksaan ini dilakukan oleh majelis dan dinyatakan terbuka untuk umum (pasal 50 ayat 1) . Ketentuan pemeriksaan dengan acara biasa berlaku ketentuan mengenai pembukaan sidang ,pengunduran diri ,dan penggantian anggota majelis dan panitera ,serta ketentuan yang berkaitan dengan saksi .Pada pemeriksaan dengan acara biasa didahului dengan pemeriksaan mengenai kelengkapan dan/atau kejelasan banding atau gugatan yang bersangkutan .Selanjutnya diteliti kemungkinan adanya keterkaitan pembanding atau penggugat dengan anggota majelis yang akan menyidangkan perkara tersebut .Apabila terdapat keterkaitan hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga ,atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan salah seorang hakim atau panitera pada majelis yang sama ,maka hakim atau panitera wajib mnengundurkan diri .
Selanjutnya hakim ketua memanggil terbanding atau tergugat dan pemohon banding atau penggugat untuk memberikan keterangan lisan .Kemudian hakim ketua menjelaskan masalah yang disengketakan kepada pihak-pihak yang bersengketa ,dan menanyakan kepada terbanding atau tergugat mengenai hal-hal yang dikemukakan oleh pemohon banding atau penggugat dalam surat banding atau surat gugatan .Atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa ,hakim ketua dapat memerintahkan saksi untuk hadir dan didengar keterangannya dalam persidangan .Apabila saksi tidak datang meskipun telah dipanggil dengan patut ,hakim ketua dapat meminta bantuan polisi untuk membawa saksi ke persidangan .

2.      Pemeriksaan dengan acara cepat .
Pemeriksaan dilakukan oleh hakim tunggal dan dinyatakan terbuka untuk umum.
Ketentuan pemeriksaan dengan acara cepat sama dengan ketentuan pemeriksaan acara biasa seperti yang dijelaskan di atas .
            Pemeriksaan dengan acara cepat tidak diukur dari jumlah anggota majelis yang menyidangkan perkara ,karena dapat dilakukan oleh sebuah majelis atau hakim tunggal ,melainkan ditentukan oleh jenis kasusnya yaitu :
a)      Sengketa perpajakan tertentu ;
b)      Gugatan yang tidak putus dalam jangka waktu 6 bulan ;
c)      Tidak dipenuhi salah satu ketentuan dalam pasal 84 ayat 1 UU No.14 Tahun 2002 atau kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam putusan pengadilan pajak ;
d)     Sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang pengadilan pajak .





G.    Bentuk Putusan Hukum

            Pada putusan pengadilan pajak dapat berupa :
1.      Menolak ;
2.      Mengabulkan sebagian atau seluruhnya ;
3.      Menambah pajak yang harus dibayar ;
4.      Tidak dapat diterima ;
5.      Membetulkan kesalahan tertulis dan/atau kesalahan hitung ;dan atau ;
6.      Membatalkan .
Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas banding dalam jangka waktu 12 bulan sejak surat banding diterima .sedangkan putusan pemeriksaan atas gugatan diambil dalam jangka waktu 6 bulan sejak surat gugatan diterima .Dalam hal-hal khusus ,jangka waktunya dapat diperpanjang paling lama 3 bulan ,baik terhadap banding maupun gugatan .
Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengketa tertentu yang dinyatakan tidak dapat diterima ,diambil dalam jangka waktu 30 hari sejak batas waktu pengajuan banding dan gugatan di lampaui .Putusan pengadilan pajak langsung dapat dilaksankan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain .
Apabila putusan pengadilan pajak mengabulkan sebagian atau seluruh banding ,kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan .Putusan pengadilan pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang diterima putusan .Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan pajak dalam jangka waktu tersebut di atas ,dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku .

  





Tidak ada komentar:

Posting Komentar