PEMBAHASAN
A.
Unsur-
unsur Peradilan
a. Adanya
suatu hukum yang abstrak yang mengikata umum yang dapat diterapkan pada suatu
persoalan
b. Adanya
suatu perselisihan hukum yang konkrit
c. Adanya
sekurang- kurangnya dua pihak
d. Adanya
suatu aparatur peradilan yang berwenang memutuskan perselisihan.
Agar suatu peradilan dapat merupakan suatu peradilan
administrasi, maka disamping unsure- unsure di atas dipenuhi, harus ada unsure-
unsure lainnya, yakni:
a. Bahwa
salah satu pihak yang berselisih harus administrasi yang menjadi terikat karena
perbuatan salah seorang pejabat dalam batas wewenangnya.
b. Diberlakukannya
“hukum public” atau hukum administrasi terhadap persoalan yang diajukan.
Unsur-
unsur yang menentukan bahwa suatu perselisihan termasuk wewenang peradilan
administrasi pajak ialah sifat dan pihak yang berselisih dan sifat
perselisihannya. Di sini yang menjadi pihak ialah pemerintah, khusus dalam
kualitasnya sebagai pemungut pajak (fiskus) dan pihak lain adalah rakyat selaku
wajib pajak.
Peradilan
administrasi pajak yaitu peradilan yang menyelesaikan semua macam dan semua
bentuk perselisihan mengenai pajak- pajak. Sebagaimana diketahui bahwa
peradilan administrasi dapat dibagi atas:
1. Peradilan
Administrasi Murni
Adalah suatu
peradilan administrasi yang memenuhi syarat- syarat seperti yang diuraikan di
atas yang menyerupai peradilan yang dilakukan oleh pengadilan biasa.
Ciri khas suatu
peradilan murni ialah adanya suatu hubungan segitiga antara para pihak dan
badan atau pejabat yang mengadili. Badan atau pejabat yang mengadili perkara
ini merupakan badan atau pejabat “tertentu”
atau “terpisah”.
Tertentu
artinya bahwa badan atau pejabat itu
ditentukan oleh UU atau peratuaran lain yang mempunyai tingkatan sama dengan
suatau UU dan diberi wewenang untuk
mengadili perselisihan administrasi, seperti peradilan pajak ditingkat banding
yang dlakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Terpisah
artinya bahwa badan atau pejabat yang melakukan peradilan itu tidak merupakan
bagian dari salah satu pihak atau tidak termasuk di bawah pengaruh salah satu
pihak sehingga badan atau pejabat yang mengadili perkara itu berada di atas
para pihak.
2. Peradilan
Administrasi tak Murni
Adalah peradilan
yang tidak sepenuhnya memenuhi syarat- syarat peradilan administrasi murni
seperti tersebut di atas.
B.
Isi
Surat Keberatan
Syarat
minimum isi surat keberatan:
a. Pernyataan
bahwa wajib pajak merasa keberatan terhadap ketetapan pajak
b. Jenis
pajaknya
c. Tahun
pajak
d. Nomor
pokok wjib pajak
e. Nama
dan tanda tangan wajib pajak
Pada
lazimnya Surat Keberatan itu memuat alasan- alasan mengapa seorang wajib pajak
keberatan terhadap ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya. Namun alasan ini
bukan merupakan syarat mutlak untuk umtuk sahnya surat keberatan. Meskipun
demikian sebaiknya wajib pajak mengajukan alasan- alasan guna meyakinkan
pejabat yang akan memberikan keputusan atas keberatan itu.
Surat
keberatan yang tidak disertai alasan adalah lemah., karena kemungkinan bahwa
keberatan itu ditolak. Alasan yang diberi UU pajak terhadap wajjib pajak yang
ingin mengajukan keberatannya adalah berkisar pada Dasar- dasar pengenaan pajak
yang telah ditentukan oleh Kantor Pelayanan Pajak setempat.
C.
Keputusan
Atas Surat Keberatan
Keputusan
Direktur Jendral Pajak
atas keberatan wajib pajak dapat berupa:
1. Menerima
seluruhnya atau sebagian
2. Menolak
seluruh keberatan
Bila
surat keberatan itu diterima seluruhnya, maka tidak perlu diberikan alasan,
cukup dinyatakan di dalamnya bahwa keberatan si pemohon dapat diterima dan karena itu pajak dikurangkan.
Bila
surat keberatan itu ditolak seluruhnya, berarti wajib pajak tidak dapat
membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak secara jabatan yang telah ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak, ada kemungkinannya bertambah, ataupun tetap
jumlahnya.
Wajib
pajak yang belum merasa puas terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak mengenai keberatannya itu, dapat mengajukan “banding” kepada
Badan Penyealasaian Sengketa Pajak (BPSP) di Jakarta.
D.
Banding
ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP)
Bilamana
wajib pajak tidak puas
Surat Keberatan yang ditolak olah Direktorat Jenderal Pajak,, wajib pajak masih
diberikan kesempatan untuk memperolah keadilan dengan cara mengajukan “banding”
pada Badan Penyelesian Sengketa Pajak seperti halnya dengan Majelis
Pertimbangan Pajak (MPP) yang tempat kedudukannya hanya ada di ibukota Negara
berdasarkan pasal 3 UU No. 17 tahun 1997.
Sebagaimana
ditegaskan dalam Penjelasan Umum UU No. 17 tahun 1997, bahwa BPSP adalah Badan
Peradilan Pajak yang mempunyai tugas memeriksa dan memutus sengketa pajak
berupa:
a. Banding
terhadap keputusan yang berwenang
b. Gugatan
terhadap pelaksana peraturan perundang- undangan perpajakan di bidang
penagihan.
Pembentukan BPSP
adalah perintah pasal 27 UU No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000. Pasal 27
ini menegaskan bahwa wajib pajak dapat mengajukan banding hanya kepada Badan
Peradilan Pajak. Keputusan Badan Peradilan Pajak ini adalah keputusan akhir dan
bersifat tetap, dan keputusannya bukan ke[tusan Tata Usaha Negar. Oleh karena
itu keputusannya tidak
bisa diajukan kasasi maupun
peninjauan kembali. BPSP tidak berpuncak pada MA RI.
E.
Gugatan
Jika
dalam banding yang diajukan oleh wajib pajak adalah besarnya jumlah utang yang
telah ditetapkan oleh fiksus ( Negara selaku pemungut pajak) yang mana jumlah
itu tidak disetujui oleh wajib pajak. Sedangkan dalam gugatan, maka yang
digugat oleh wajjib pajak adalah pelaksanaan UU Perpajakan di bidang Penagihan
Utang Pajak. Jika pejabat pajak atau fiksus melakukan pelanggaran. UU Pajak di
bidang penagihan pajak, wajib pajak dapat mengajukan gugatan pada Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).
Dalam
UU No. 19 tahun 2000 pada pasal 8, ditegasakn bahwa surat paksa baru dapat
dikenakan kepada wajib pajak/ penanggung pajak apabila penanggung pajak tidak melunasi utang
pajak sampai dengan jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan
surat teguran atau surat peringatan atau
surat lain yang sejenis. Dengan demikian surat paksa baru dapat dikebakan
terhadap wajib pajak setelah wajib pajak terlebih dulu diberikan peringatan
atau teguran untuk melunasi utang pajaknya. Jika teguran tersebut tidak
dipenuhi oleh wajib pajak barulah diterbitkan Surat Paksa.
Berdasarkan
ketentuan pasal 41 UU No. 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak, penggugat harus melunasi biaya pendaftaran sebesar Rp. 1.000.000,-.
Biaya ini cukup tinggi dan belum tentu gugatan wajib pajak atau penanggung
pajak bisa
diterima/ dikabulkan oleh BPSP. Biaya ini mugkin disengaja untuk menghalangi
wajib pajak yang hanya ingin mencoba menngajuakn gugatan tanpa alasan- alasan
yang kuat atau alasan yang dijammin oleh UU. Banding maupun gugatan wajib pajak
tidak menunda pelaksanaan penagihan utang pajak. Dalam hal gugatan penanggung
pajak dikabulakn olah BPSP, maka berdasarkan pasal 37 ayat 1 UU No. 19 tahun
2000 dapat memohon pemulihan nama baik dang anti rugi kepada pejabat. Besarnya
ganti rugi paling tinggi Rp. 5.000.000,-.
F.
Pemeriksaan
Di Muka Sidang.
Dalam
UU no.14 tahun 2002 ,ada dua macam pemeriksaan :
1. Pemeriksaan
dengan acara biasa.
Pemeriksaan ini dilakukan oleh majelis
dan dinyatakan terbuka untuk umum (pasal 50 ayat 1) . Ketentuan pemeriksaan
dengan acara biasa berlaku ketentuan mengenai pembukaan sidang ,pengunduran
diri ,dan penggantian anggota majelis dan panitera ,serta ketentuan yang
berkaitan dengan saksi .Pada pemeriksaan dengan acara biasa didahului dengan
pemeriksaan mengenai kelengkapan dan/atau kejelasan banding atau gugatan yang
bersangkutan .Selanjutnya diteliti kemungkinan adanya keterkaitan pembanding
atau penggugat dengan anggota majelis yang akan menyidangkan perkara tersebut
.Apabila terdapat keterkaitan hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai
derajat ketiga ,atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan salah
seorang hakim atau panitera pada majelis yang sama ,maka hakim atau panitera
wajib mnengundurkan diri .
Selanjutnya hakim ketua memanggil
terbanding atau tergugat dan pemohon banding atau penggugat untuk memberikan
keterangan lisan .Kemudian hakim ketua menjelaskan masalah yang disengketakan
kepada pihak-pihak yang bersengketa ,dan menanyakan kepada terbanding atau
tergugat mengenai hal-hal yang dikemukakan oleh pemohon banding atau penggugat
dalam surat banding atau surat gugatan .Atas permintaan salah satu pihak yang
bersengketa ,hakim ketua dapat memerintahkan saksi untuk hadir dan didengar
keterangannya dalam persidangan .Apabila saksi tidak datang meskipun telah
dipanggil dengan patut ,hakim ketua dapat meminta bantuan polisi untuk membawa
saksi ke persidangan .
2. Pemeriksaan
dengan acara cepat .
Pemeriksaan dilakukan oleh hakim tunggal
dan dinyatakan terbuka untuk umum.
Ketentuan
pemeriksaan dengan acara cepat sama dengan ketentuan pemeriksaan acara biasa
seperti yang dijelaskan di atas .
Pemeriksaan dengan acara cepat tidak
diukur dari jumlah anggota majelis yang menyidangkan perkara ,karena dapat
dilakukan oleh sebuah majelis atau hakim tunggal ,melainkan ditentukan oleh
jenis kasusnya yaitu :
a) Sengketa
perpajakan tertentu ;
b) Gugatan
yang tidak putus dalam jangka waktu 6 bulan ;
c) Tidak
dipenuhi salah satu ketentuan dalam pasal 84 ayat 1 UU No.14 Tahun 2002 atau
kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam putusan pengadilan pajak ;
d) Sengketa
yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang pengadilan pajak .
G.
Bentuk
Putusan Hukum
Pada putusan pengadilan pajak dapat berupa :
1. Menolak
;
2. Mengabulkan
sebagian atau seluruhnya ;
3. Menambah
pajak yang harus dibayar ;
4. Tidak
dapat diterima ;
5. Membetulkan
kesalahan tertulis dan/atau kesalahan hitung ;dan atau ;
6. Membatalkan
.
Putusan
pemeriksaan dengan acara biasa atas banding dalam jangka waktu 12 bulan sejak
surat banding diterima .sedangkan putusan pemeriksaan atas gugatan diambil
dalam jangka waktu 6 bulan sejak surat gugatan diterima .Dalam hal-hal khusus ,jangka
waktunya dapat diperpanjang paling lama
3 bulan ,baik terhadap banding maupun gugatan
.
Putusan
pemeriksaan dengan acara cepat terhadap
sengketa tertentu yang dinyatakan tidak dapat diterima ,diambil dalam jangka
waktu 30 hari sejak batas waktu pengajuan banding dan gugatan di lampaui
.Putusan pengadilan pajak langsung dapat dilaksankan dengan tidak memerlukan
lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan
mengatur lain .
Apabila
putusan pengadilan pajak mengabulkan sebagian atau seluruh banding ,kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah bunga sebesar 2% sebulan untuk
paling lama 24 bulan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan .Putusan
pengadilan pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang diterima putusan .Pejabat
yang tidak melaksanakan putusan pengadilan pajak dalam jangka waktu tersebut di
atas ,dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar