Jumat, 11 Mei 2012

Subjek dan objek Hukum Pajak


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pajak merupakan alat atau instrumen penerimaan Negara. Dalam menjalankan tugas-tugas rutin Negara diperlukan biaya, demikian juga dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional. Pembiayaan itu terutama berasal dari penerimaan pajak. Penerimaan Negara terutama dari sector pajak ini diharapkan bias ditingkatkan dari tahun ke tahun. Karena sesuai dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita temui di televisi dan media-media yang lain mengenai istilah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Pajak Penghasilan (PPH). Namun, tidak semua orang mengetahui apa saja yang menjadi subjek dan objek dari kedua pajak ini. Sehingga banyak orang yang tidak mengetahui bahwa mereka termasuk salah satu dari subjek pajak tersebut.
Dalam makalah ini kami akan mencoba menguraikan beberapa hal mengenai apa saja yang menjadi subjek dan objek dalam pajak bumi dan bangunan serta pajak penghasilan. Sehingga kita semua dapat mengatahui tentang hal-hal tersebut.

B.     Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
-          Mengetahui apa saja yang menjadi subjek pajak bumi dan bangunan.
-          Mengetahui apa saja yang menjadi objek pajak bumi dan bangunan.
-          Mengetahui apa saja yang menjadi subjek pajak penghasilan.
-          Mengetahui apa saja yang menjadi objek pajak penghasilan.
-          Mengetahui bea perolehan atas tanah bangunan.

C.    Permasalahan
Yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah
-          apa  yang menjadi subjek pajak bumi dan bangunan?
-          apa yang menjadi objek pajak bumi dan bangunan?
-          apa yang menjadi subjek pajak penghasilan?
-          apa yang menjadi objek pajak penghasilan?
-          Bagaimana bea perolehan atas tanah bangunan?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Yang menjadi subyek pajak dalam pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata:
1.      mempunyai suatu hak atas bumi
2.      memperoleh manfaat atas bumi
3.      memiliki, menguasai
4.      memperoleh manfaat atas bangunan ( UU PBB pasal 4 ayat 1 ).
Subyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat yang dikenakan kewajiban membayar  pajak menjadi wajib pajak menurut Undang-undang ini ( UU PBB pasal 4 ayat 2 ).
Dalam hal atas suatu obyek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak  dapat menetapkan subyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai wajib pajak ( UU PBB pasal 4 ayat 3 ).
Subyek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat memberikan  keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak  terhadap obyek pajak dimaksud ( UU PBB pasal 4 ayat 4 ).
Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)  disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak  sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud ( UU PBB pasal 4 ayat 5 ).
Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan  surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya ( UU PBB pasal 4 ayat 6 ).
Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan sebagaimana  dimaksud dalam ayat (4), Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka  keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui ( UU PBB pasal 4 ayat 7 ).

B.     Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Yang menjadi objek pajak bumi dan bangunan adalah bumi dan/atau bangunan.
1.      Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya; permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
2.      Bangunan adalah konstruksi tehnik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
-          Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplesemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
-          Jalan tol
-          Kolam renang
-          Pagar mewah
-          Tempat olahraga
-          Galangan kapal, dermaga
-          Taman mewah
-          Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
-          Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Klasifikasi obyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan ( UU PBB Pasal 2 ayat 2 ). Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terhutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
1. letak;
2. peruntukan;
3. pemanfaatan
4. kondisi lingkungan dan lain-lain.
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
1. bahan yang digunakan;
2. rekayasa;
3. letak;
4. kondisi lingkungan dan lain-lain.
Obyek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang :
a. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
b. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
c. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani  suatu hak;
d. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
e. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh  MenteriKeuangan ( UU PBB Pasal 3 ayat 1 ).

C.    Subjek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Subyek Pajak adalah :
a.       1) Orang pribadi atau perseorangan;
2) Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak;
b.      Badan yaitu sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang terdiri dari perusahaan reksadana yang berbentuk perseroan terbatas maupun bentuk lainnya, perseroan komanditer, badan usaha milik negara dan daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan atau organisasi baik organisasi masa ataupun organisasi politik, lembaga dana pension dan bentuk usaha lainnya.
c.       Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka wkatu 12 bulan.
Subjek pph terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri :
1.      Yang dimaksudkan dengan Subyek Pajak dalam negeri adalah :
a.    orang yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu dua belas bulan atau orang yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b.   badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
c.    bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha, yang dipergunakan untuk menjalankan kegiatan usaha secara teratur di Indonesia, oleh badan atau perusahaan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, kantor cabang, kantor perwakilan, agen, gedung kantor, pabrik, bengkel, proyek konstruksi, pertambangan dan penggalian sumber alam, perikanan, tenaga ahli, pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, orang atau badan yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak atas nama badan atau perusahaan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia dan perusahaan asuransi yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia ( UU PPH pasal 2 ayat 3 ).
2.      Yang dimaksudkan dengan Subyek Pajak luar negeri adalah Subyek Pajak yang tidak bertempat tinggal, tidak didirikan, atau tidak berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia( UU PPH pasal 2 ayat 4 ) .
Tidak termasuk Subyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
a.       pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia, dan di Indonesia tidak melakukan pekerjaan lain atau kegiatan usaha, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
b.      pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan;
c.       Perusahaan Jawatan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. ( UU PPH pasal 3 ayat 1 )
d.      Badan perwakilan Negara asing.

D.    Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Obyek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk di dalamnya :
a.       Gaji, upah, komisi, bonus atau gratifikasi, uang pensiun atau imbalan lainnya untuk pekerjaan yang dilakukan;
b.      honorarium, hadiah undian dan penghargaan;
c.       laba bruto usaha;
d.      keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk keuntungan yang diperoleh oleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, anggota, serta karena likuidasi;
e.       penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah diperhitungkan sebagai biaya;
f.       bunga;
g.      dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan oleh perseroan, pembayaran dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, pembagian Sisa Hasil Usaha koperasi pengurus dan pengembalian Sisa Hasil Usaha koperasi kepada anggota;
h.      royalti;
i.        sewa dari harta;
j.        penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k.      keuntungan karena pembebasan utang. ( UU PPH pasal 4 ayat 1 )

Tidak termasuk sebagai Obyek Pajak adalah :
a.       harta hibahan atau bantuan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan dari pihak yang bersangkutan;
b.      warisan;
c.       pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi bea siswa;
d.      penggantian berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, yang dinikmati dalam bentuk natura, dengan ketentuan, bahwa yang memberikan penggantian adalah Pemerintah atau Wajib Pajak menurut Undang-undang ini dan Wajib Pajak yang memberikan penggantian tersebut, sesuai ketentuan dalam Pasal 9 ayat 1 huruf d tidak Mengurangkan penggantian itu sebagai biaya;
e.       keuntungan karena pengalihan harta orang pribadi, harta anggota firma, perseroan komanditer atau kongsi tersebut kepada perseroan terbatas di dalam negeri sebagai pengganti sahamnya, dengan syarat :
1)
pihak yang mengalihkan atau pihak-pihak yang mengalihkan secara bersama-sama memiliki paling sedikit 90 % (sembilan puluh persen) dari jumlah modal yang disetor;
2)
pengalihan tersebut diberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak;
3)
pengenaan pajak dikemudian hari atas keuntungan tersebut dijamin.
f.       harta yang diterima oleh perseroan, persekutuan atau badan lainnya sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
g.      dividen yang diterima oleh perseroan dalam negeri, selain Bank atau lembaga Keuangan lainnya, dari Perseroan lain di Indonesia dengan syarat, bahwa perseroan yang menerima dividen tersebut paling sedikit memiliki 25% (dua puluh lima persen) dari nilai saham yang disetor dari badan yang membayar dividen dan kedua badan tsb mempunyai hubungan ekonomis dalam jalur usahanya;
h.      iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang disetujui Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun oleh karyawan, dan penghasilan dana pensiun serupa dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan;
i.        penghasilan Yayasan dari usaha yang semata-mata ditujukan untuk kepentingan umum;
j.        penghasilan Yayasan dari modal sepanjang penghasilan itu semata-mata digunakan untuk kepentingan umum;
k.      pembagian keuntungan dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, firma, kongsi, dan persekutuan kepada para anggotanya, kecuali apabila ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan, karena terdapat penyalahgunaan; ( UU PPH pasal 4 ayat 3 )
Yang menjadi Obyek Pajak bentuk usaha tetap adalah :
a.       penghasilan dari kegiatan usaha bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dikuasai atau dimilikinya;
b.      penghasilan induk perusahaan dan badan lain yang bukan Wajib Pajak dalam negeri yang mempunyai hubungan istimewa dengan induk perusahaan tersebut, dari kegiatan usaha atau penjualan barang-barang dan/atau pemberian jasa di Indonesia, yang sejenis dengan kegiatan usaha atau penjualan barang-barang dan/atau pemberian jasa yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). ( UU PPH pasal 5 ayat 1 )

E.     Bea Perolehan atas Tanah Bangunan
Dengan adanya UU No. 20 tahun 2000 tentang Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, maka telah sah pemungutan jenis pajak ini.
1.      Subjek pajak
Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan
2.      Yang menjadi objek pajak adalah perolehan atas tanah dan bangunan, yang meliputi :
a)      Pemindahan hak karena adanya jual beli, tukar menukar, hibah, wasiat, pemasukan dalam perseroan, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim, dan hadiah
b)      Pemberian hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak, di luar pelepasan hak.
Hak atas tanah dan bangunan yang jadi objek pajak adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah atau hak pengelola.























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang memiliki, menguasai; memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan.
Sedangkan subjek PPH adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi menjadi satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan bentuk usaha tetap. Objek PPH adalah Gaji, upah, komisi, bonus atau gratifikasi, uang pensiun atau imbalan lainnya untuk pekerjaan yang dilakukan;honorarium, hadiah undian dan penghargaan; laba bruto usaha; keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk keuntungan yang diperoleh oleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, anggota, serta karena likuidasi; penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah diperhitungkan sebagai biaya; bunga; dividen,pembagian Sisa Hasil Usaha koperasi pengurus dan pengembalian Sisa Hasil Usaha koperasi kepada anggota; royalti; sewa dari harta; penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; keuntungan karena pembebasan utang.

B.     Saran
Seharusnya kita sebagi warga Negara Indonesia harus memahami apa-apa saja yang menjadi subjek dan objek pajak. Sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat dan menjadi warga Negara yang taat pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar