BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pajak
merupakan alat atau instrumen penerimaan Negara. Dalam menjalankan tugas-tugas
rutin Negara diperlukan biaya, demikian juga dalam rangka melaksanakan
pembangunan nasional. Pembiayaan itu terutama berasal dari penerimaan pajak.
Penerimaan Negara terutama dari sector pajak ini diharapkan bias ditingkatkan
dari tahun ke tahun. Karena sesuai dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan yang
semakin meningkat.
Dalam
kehidupan sehari-hari sering kita temui di televisi dan media-media yang lain
mengenai istilah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Pajak Penghasilan (PPH).
Namun, tidak semua orang mengetahui apa saja yang menjadi subjek dan objek dari
kedua pajak ini. Sehingga banyak orang yang tidak mengetahui bahwa mereka
termasuk salah satu dari subjek pajak tersebut.
Dalam
makalah ini kami akan mencoba menguraikan beberapa hal mengenai apa saja yang
menjadi subjek dan objek dalam pajak bumi dan bangunan serta pajak penghasilan.
Sehingga kita semua dapat mengatahui tentang hal-hal tersebut.
B.
Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah
-
Mengetahui apa saja
yang menjadi subjek pajak bumi dan bangunan.
-
Mengetahui apa saja
yang menjadi objek pajak bumi dan bangunan.
-
Mengetahui apa saja
yang menjadi subjek pajak penghasilan.
-
Mengetahui apa saja
yang menjadi objek pajak penghasilan.
-
Mengetahui bea perolehan
atas tanah bangunan.
C.
Permasalahan
Yang menjadi permasalahan dalam
makalah ini adalah
-
apa yang menjadi subjek pajak bumi dan bangunan?
-
apa yang menjadi objek
pajak bumi dan bangunan?
-
apa yang menjadi subjek
pajak penghasilan?
-
apa yang menjadi objek
pajak penghasilan?
-
Bagaimana bea perolehan
atas tanah bangunan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Subjek
Pajak Bumi dan Bangunan
Yang menjadi subyek pajak
dalam pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata:
1.
mempunyai
suatu hak atas bumi
2.
memperoleh
manfaat atas bumi
3.
memiliki,
menguasai
4.
memperoleh
manfaat atas bangunan ( UU PBB pasal 4 ayat 1 ).
Subyek pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak menurut
Undang-undang ini ( UU PBB pasal 4 ayat 2 ).
Dalam hal atas suatu obyek
pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subyek pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sebagai wajib pajak ( UU PBB pasal 4 ayat 3 ).
Subyek pajak yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak
terhadap obyek pajak dimaksud ( UU PBB pasal 4 ayat 4 ).
Bila keterangan yang
diajukan oleh wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak
membatalkan penetapan sebagai wajib pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dalam jangka waktu satu bulan sejak
diterimanya surat keterangan dimaksud ( UU PBB pasal 4 ayat 5 ).
Bila keterangan yang diajukan
itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai
alasan-alasannya ( UU PBB pasal 4 ayat 6 ).
Apabila setelah jangka waktu
satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Direktur Jenderal
Pajak tidak memberikan keputusan, maka
keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui ( UU PBB pasal 4 ayat 7
).
B.
Objek
Pajak Bumi dan Bangunan
Yang menjadi objek pajak bumi dan
bangunan adalah bumi dan/atau bangunan.
1. Bumi
adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya; permukaan bumi
meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
2. Bangunan
adalah konstruksi tehnik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan.
Termasuk
dalam pengertian bangunan adalah :
-
Jalan lingkungan yang
terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplesemennya
dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
-
Jalan tol
-
Kolam renang
-
Pagar mewah
-
Tempat olahraga
-
Galangan kapal, dermaga
-
Taman mewah
-
Tempat
penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
-
Fasilitas lain yang
memberikan manfaat.
Klasifikasi obyek pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan ( UU PBB Pasal
2 ayat 2 ). Yang dimaksud
dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan
menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai
pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terhutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut :
1. letak;
2. peruntukan;
3. pemanfaatan
4. kondisi lingkungan dan lain-lain.
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut :
1. bahan yang digunakan;
2. rekayasa;
3. letak;
4. kondisi lingkungan dan lain-lain.
Obyek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah
objek pajak yang :
a. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
b. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu;
c. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak;
d. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
e. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh MenteriKeuangan (
UU PBB Pasal 3 ayat 1 ).
C. Subjek
Pajak Penghasilan
Yang
menjadi Subyek Pajak adalah :
|
a. 1) Orang pribadi atau
perseorangan;
2) Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak;
b. Badan yaitu sekumpulan orang dan
atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha, yang terdiri dari perusahaan reksadana yang berbentuk
perseroan terbatas maupun bentuk lainnya, perseroan komanditer, badan usaha
milik negara dan daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan,
perkumpulan, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan atau organisasi
baik organisasi masa ataupun organisasi politik, lembaga dana pension dan
bentuk usaha lainnya.
c. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk
usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka wkatu 12
bulan.
Subjek pph terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri :
|
1. Yang dimaksudkan dengan Subyek
Pajak dalam negeri adalah :
|
a. orang yang berada di Indonesia
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu dua belas
bulan atau orang yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia;
c. bentuk usaha tetap yaitu bentuk
usaha, yang dipergunakan untuk menjalankan kegiatan usaha secara teratur di
Indonesia, oleh badan atau perusahaan yang tidak didirikan atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan
manajemen, kantor cabang, kantor perwakilan, agen, gedung kantor, pabrik,
bengkel, proyek konstruksi, pertambangan dan penggalian sumber alam,
perikanan, tenaga ahli, pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau
oleh orang lain, orang atau badan yang kedudukannya tidak bebas yang
bertindak atas nama badan atau perusahaan yang tidak didirikan atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia dan perusahaan asuransi yang tidak didirikan
atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia ( UU PPH pasal 2 ayat 3 ).
|
2. Yang dimaksudkan dengan Subyek
Pajak luar negeri adalah Subyek Pajak yang tidak bertempat tinggal, tidak
didirikan, atau tidak berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia( UU PPH pasal 2 ayat 4 ) .
|
Tidak termasuk Subyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
adalah :
a.
pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat
dan pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka,
dengan syarat bukan warga negara Indonesia, dan di Indonesia tidak melakukan
pekerjaan lain atau kegiatan usaha, serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
b.
pejabat-pejabat perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan;
c.
Perusahaan Jawatan berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan. (
UU PPH pasal 3 ayat 1 )
d.
Badan perwakilan Negara asing.
D.
Objek
Pajak Penghasilan
Yang
menjadi Obyek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, termasuk di dalamnya :
|
||||||
a. Gaji, upah, komisi, bonus atau
gratifikasi, uang pensiun atau imbalan lainnya untuk pekerjaan yang
dilakukan;
b. honorarium, hadiah undian dan
penghargaan;
c. laba bruto usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau
karena pengalihan harta, termasuk keuntungan yang diperoleh oleh perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, anggota, serta karena likuidasi;
e. penerimaan kembali pembayaran
pajak yang telah diperhitungkan sebagai biaya;
f. bunga;
g. dividen, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, yang dibayarkan oleh perseroan, pembayaran dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, pembagian Sisa Hasil Usaha
koperasi pengurus dan pengembalian Sisa Hasil Usaha koperasi kepada anggota;
h. royalti;
i.
sewa dari harta;
j.
penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan
utang. ( UU PPH pasal 4 ayat 1 )
|
||||||
Tidak termasuk sebagai Obyek Pajak
adalah :
a. harta hibahan atau bantuan yang
tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan dari pihak yang
bersangkutan;
b. warisan;
c. pembayaran dari perusahaan
asuransi karena kecelakaan, sakit atau karena meninggalnya orang yang
tertanggung, dan pembayaran asuransi bea siswa;
d. penggantian berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa, yang dinikmati dalam bentuk natura, dengan ketentuan,
bahwa yang memberikan penggantian adalah Pemerintah atau Wajib Pajak menurut
Undang-undang ini dan Wajib Pajak yang memberikan penggantian tersebut,
sesuai ketentuan dalam Pasal 9 ayat 1 huruf d tidak Mengurangkan penggantian
itu sebagai biaya;
e. keuntungan karena pengalihan harta
orang pribadi, harta anggota firma, perseroan komanditer atau kongsi tersebut
kepada perseroan terbatas di dalam negeri sebagai pengganti sahamnya, dengan
syarat :
f. harta yang diterima oleh
perseroan, persekutuan atau badan lainnya sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal;
g. dividen yang diterima oleh
perseroan dalam negeri, selain Bank atau lembaga Keuangan lainnya, dari
Perseroan lain di Indonesia dengan syarat, bahwa perseroan yang menerima
dividen tersebut paling sedikit memiliki 25% (dua puluh lima persen) dari
nilai saham yang disetor dari badan yang membayar dividen dan kedua badan tsb
mempunyai hubungan ekonomis dalam jalur usahanya;
h. iuran yang diterima atau diperoleh
dana pensiun yang disetujui Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun oleh karyawan, dan penghasilan dana pensiun serupa dari modal
yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan;
i.
penghasilan Yayasan dari usaha yang semata-mata ditujukan
untuk kepentingan umum;
j.
penghasilan Yayasan dari modal sepanjang penghasilan itu
semata-mata digunakan untuk kepentingan umum;
k. pembagian keuntungan dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, firma,
kongsi, dan persekutuan kepada para anggotanya, kecuali apabila ditetapkan
lain oleh Menteri Keuangan, karena terdapat penyalahgunaan; ( UU PPH pasal 4
ayat 3 )
|
||||||
Yang menjadi Obyek Pajak bentuk
usaha tetap adalah :
|
||||||
a. penghasilan dari kegiatan usaha
bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dikuasai atau dimilikinya;
b. penghasilan induk perusahaan dan
badan lain yang bukan Wajib Pajak dalam negeri yang mempunyai hubungan
istimewa dengan induk perusahaan tersebut, dari kegiatan usaha atau penjualan
barang-barang dan/atau pemberian jasa di Indonesia, yang sejenis dengan
kegiatan usaha atau penjualan barang-barang dan/atau pemberian jasa yang dilakukan
oleh bentuk usaha tetap di Indonesia, kecuali penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2). ( UU PPH pasal 5 ayat 1 )
|
E.
Bea
Perolehan atas Tanah Bangunan
Dengan
adanya UU No. 20 tahun 2000 tentang Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, maka
telah sah pemungutan jenis pajak ini.
1. Subjek
pajak
Yang
menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas
tanah dan bangunan
2. Yang
menjadi objek pajak adalah perolehan atas tanah dan bangunan, yang meliputi :
a) Pemindahan
hak karena adanya jual beli, tukar menukar, hibah, wasiat, pemasukan dalam
perseroan, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam
lelang, pelaksanaan putusan hakim, dan hadiah
b) Pemberian
hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak, di luar pelepasan hak.
Hak
atas tanah dan bangunan yang jadi objek pajak adalah hak milik, hak guna usaha,
hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah atau hak pengelola.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi subjek PBB adalah orang
atau badan yang memiliki, menguasai; memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan.
Sedangkan subjek PPH adalah orang
pribadi, warisan yang belum terbagi menjadi satu kesatuan menggantikan yang
berhak, badan dan bentuk usaha tetap. Objek PPH adalah Gaji, upah, komisi, bonus atau
gratifikasi, uang pensiun atau imbalan lainnya untuk pekerjaan yang
dilakukan;honorarium, hadiah undian dan penghargaan; laba bruto usaha;
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk keuntungan
yang diperoleh oleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan
harta kepada pemegang saham, sekutu, anggota, serta karena likuidasi;
penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah diperhitungkan sebagai biaya;
bunga; dividen,pembagian Sisa Hasil Usaha koperasi pengurus dan pengembalian
Sisa Hasil Usaha koperasi kepada anggota; royalti; sewa dari harta; penerimaan
atau perolehan pembayaran berkala; keuntungan karena pembebasan utang.
B.
Saran
Seharusnya
kita sebagi warga Negara Indonesia harus memahami apa-apa saja yang menjadi
subjek dan objek pajak. Sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan
bermasyarakat dan menjadi warga Negara yang taat pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar