Melihat sejarah pembentukan
undang-undang di Indonesia, khususnya sebelum perubahan UUD 1945 terdapat
berbagai ketentuan yang dijadikan dasar hukum pembentukan undang-undang, di
luar yang di sebutkan dalam undang-undang dasar yang berlaku saat itu.
Sejak proklamasi 17 agustus 1945,
hingga periode sekarang, setidaknya sudah 4 kali Indonesia mengalami pergantian
Undang-Undang Dasar, yaitu: (1) Undang-Undang Dasar 1945, (2) Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (3) Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
UUD 1950 dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
amandemen, dengan empat kali perubahan.
A. Sejarah Penyusunan
Undang-Undang Dasar 1945
Persiapan penyusunan Undang-Undang Dasar 1945 sudah
dimulai sejak zaman penjajahan Jepang, yaitu di dalam sidang-sidang penyelidik.
usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia disebut badan penyelidik yang
dibentuk oleh pemerintahan Jepang ketika Jepang mendekati kekalahannya melawan
sekutu pada perang Dunia II. Pembentukan penyelidik juga merupakan realisasi
janji Jepang yang akan memberikan kemerdekaan pada bangsa Indonesia di kemudian
hari.
Badan penyelidik didirikan secara
resmi pada tanggal 29 April 1945 tetapi pelantikannya baru dilakukan pada
tanggal 28 Mei 1945. Badan penyelidik itu mengadakan masa sidang dua kali,
yaitu:
a. Masa
sidang pertama pada tanggal 29 mei-1 juni 1945
b. Masa
sidang kedua pada tanggal 10-16 juli 1945
Pada
tanggal 16 agustus 1945 beberapa orang anggota PPKI mengadakan rapat di rumah
Laksamana Muda Jepang Maeda, jalan Imam Bonjol No 1, Jakarta. Selain anggota PPKI,
hadir pula beberapa golongan muda dan
golongan tua. Rapat berakhir pukul 04:00 pagi dengan tersusunnya Teks Proklamasi.
Teks aslinya ditulis dengan memakai pensil dan kemudian di ketik oleh Sajuti
Melik, Proklamasi itu ditanda tangani oleh Soekarno dan Moh. Hatta atas nama
Bangsa Indonesia.
Pada
tanggal 17 Agustus 1945, hari jum’at pukul 10:00 bertempat di Pegagasan Timur
56, Jakarta, kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Pada tanggal 18 agustus
1945, PPKI mengadakan sidang setelah anggotanya ditambah 6 orang sehingga jumlahnya
menjadi 27orang. Dalam sidang itu diputuskan hal-hal berikut:
a. Menetapkan
dan mengesahkan UUD 1945
b. Menetapkan
dan mengesahkan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang bahan-bahannya di
ambil dari rancangan UUD yang di hasilkan oleh panitia perancang UUD, yang
diajukan pada tanggal 16 juli 1945 di dalam sidang Pleno Badan Penyelidikan dan
telah disetujui dengan beberapa perubahan.
Adapun perubahannya adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti
dengan ketuhanan yang Maha Esa.
2. Presiden
orang Indonesia asli dan beragama islam. Kata-kata beragama Islam dicoret.
c. Memilih
ketua PPKI (Ir. Soekarno) sebagai Presisen dan Wakil Ketua PPKI (Drs. Moh.
Hatta) sebagai wakil Presiden.
Sehari setelah proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia, Konstitusi Indonesia sebagai suatu “Revolusi
Grondwet” telah di sahkan pada tanggal 18 agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia dalam sebuah naskah yang dinamakan undang-undang dasar
republic Indonesia, yang terdiri dari:
a. Pembukaan
UUD 1945, yang terdiri dari 4 alenia. Pada alenia keempat terdapat Pancasila sebagai Dasar Negara
b. Batang
tubuh UUD 1945 yang terdiri dari 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat
aturan tambahan
c. Penjelasan
UUD 1945, yang disusun oleh Prof. Mr. Dr. Supomo, yang merupakan penjelasan
resmi UUD 1945.
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonsia atau Undang-Undang Dasar 1945 dikenal sebagai suatu naskah yang
singkat dan simpel karena hanya hal-hal dan aturan pokok saja yang ditetapkan
oleh Undang-Undang Dasar (UUD), sedangkan hal-hal yang perlu untuk
menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan pada undang-undang
yang lebih rendah.
Perkembangan ketatanegaraan
Republik Indonesia semenjak Proklamasi Kemerdekaan dengan UUD 1945 dan
pancasila sebagai dasar Negara tidak lapang jalannya. Sejak pertama kali kita
menyatakan bernegara Republik Indonesia, kita sudah memulai dengan tidak
menjalankan pasal-pasal dari Undang-Undang Dasar. Yang kita gunakan adalah
pasal-pasal perlihan. Presiden dan Wakil presiden yang seharusnya dipilih oleh
Majelis Permusyawaratan rakyat menurut pasal 6 ayat (2) UUD 1945 ternyata
dipilih oleh Panitia Presiapan
Kemerdekaan Indonesia, Menurut pasal III aturan peralihan. Namun hal ini bisa
dimaklumi karena ini adalah sesuatu yang pertama kali di dalam kepada adanya
suatu Negara. Letak keabsahan lembaga ini bukan pada saat pembentukan dan pada
waktu bekerjanya, tetapi adalah diterimanya hasil-hasil karyanya oleh seluruh
rakyat Indonesia.
B. Sejarah Penyusunan
Konstitusi RIS
Pengalaman pahit pernah mewarnai
sejak perjalanan bangsa Indonesia, ketika Belanda memaksakan diri untuk menunjukkan
kepada dunia bahwa republik yang kita proklamasikan pada 17 agustus 1945 sudah
runtuh. Ia sudah tidak lagi memiliki kedaulatan. Belanda tidak henti-hentinya
mengusahakan segala jalan merongrong Republik Indonesia. Mereka terus membuat
“Negara di wilayah Republik Indonesia (RI) yang telah diakui De facto dalam
persetujuan Lingga Jati.
Dengan disetujuinya hasil-hasil
konferensi meja bundar (KMB) pada tanggal 2 November 1949 di Den Hag, maka pada
tanggal 27 Desember 1949 dilakukan penandatanganan naskah “penyerahan kedaulatan“
dari pemerintah Belanda.
Dalam konferensi Meja Bundar
disepakati 3 hal, yaitu:
1. Mendirikan
Negara Republik Indonesia Serikat
2. Penyerahan
kedaulatan kepada RIS yang berisi 3 hal, yaitu
a. Piagam
penyerahan kedaulatan dari kerajaan Belanda kepda Pemerintah RIS
b. Status
UNI
c. Persetujuan
perpindahan
3. Mendirikan
UNI antara Republik Indonesia Serikat dengan kerajaan Belanda
Naskah Konstitusi RIS disusun
bersama oleh delegasi republic Indonesia dan delegasi Bijeenkoms voor Federal Overleg
(BFO) ke konferensi meja bundar itu. Dalam delegasi Republik Indonesia yang
dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem, terdapat Prof. Soepomo yang terlibat dalam
mempersiapkan naskah UUD tersebut. Rancangan UUD itu disepakati bersama oleh
kedua belah pihak untuk diberlakukan sebagai UUD RIS. Naskah Undang-Undang
Dasar yang kemudian dikenal dengan sebutan Konstitusi RIS itu disampaikan
kepada Komite Nasional Pusat sebagai lembaga perwakilan rakyat di Republik
Indonesia dan kemudian resmi mendapat persetujuan Komite Nasional Pusat
tersebut pada tanggal 14 Desember 1949, Konstitusi RIS dinyatakan berlaku mulai
tanggal 27 Desember 1949.
Pada tanggal 27 desember 1949,
kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia Serikat. Pada saat itu
berdirilah pula Negara bagian Republik Indonesia Serikat yang meliputi seluruh wilayah
Indonesia, kecuali Irian Jaya, yang masih merupakan daerah sengketa antara
Indonesia dan Belanda.
Konstitusi RIS terdiri atas dua bagian sebagai
berikut:
1. Mukadimah,
yang terdiri dari empat alenia. Pada alenia ke empat terdapat rumusan Pancasila
sebagai Dasar Negara, yaitu:
a. Pengakuan
ketuhanan yang Maha Esa
b. Perikemanusiaan
c. Kebangsaan
d. Kerakyatan,
dan
e. Keadilan
social
2. Batang
tubuh, yang terdiri dari:
a. 6
bab
b. 196
pasal
Wilayah RIS yaitu wilayah bersama
dari:
1. Negara
Republik Indonesia (dengan daerah status quo renville); Negara Indonesia Timur;
Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta; Negara Jawa Timur; Negara
Madura, Negara Sumatera Timur, dengan pengertian, bahwa status quo asahan
Selatan dan labuhan batu berhubungan dengan NST, tetap berlaku Negara Sumatera
Selatan.
2. Satuan-satuan
kenegaraan yang tidak sendiri. Jawa Tenga, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan
Barat (daerah istimewah) Dayak besar, Daerah Banjar, Kalimantan tenggara dan
Kalimantan Timur
3. Daerah
Indonesia selebihnya yang bukan daerah dari bagian yaitu Suapraja kota Waringin
daerah sabang, Daerah Padang yang diperintah oleh alat kelengkapan RIS.
Jadi wilayah RIS
terdiri atas wilayah bersama:
a. Daerah-daerah
bagian dan
b. Daerah-daerah
Indonesia selebihnya yang bukan daerah bagian.
Seperti telah dikemukakan bahwa Indonesia semenjak
proklamasi kemerdekaan menghendaki suatu Negara Kesatuan yang melindungi
segenap bangsa seluruhnya. Pembentukan RIS tetaplah dipandang sebagai hasil
politik Belanda semata-mata untuk
memecah belah persatuan bangsa. Itulah sebabnya segara sesudah pengakuan
kedaulatan, dimana-mana didaerah-daerah bagian timbul pergolakan dan pernyataan
yang spontan dari rakyat untuk kembali ke negara kesatuan dengan jalan
menggabungkan diri kepada RI (Negara bagian).
Sebagai Presiden atau Kepala Negara yang pertama RIS
ialah Soekarno, sedangkan Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai perdana menteri yang
pertama. Tokoh-tokoh terkemuka yang duduk dalam kebinet ini antara lain dari
pihak republic ; Sri Sultan HB IX, Ir. Djuanda, Mr. Wilopo, Prof. Dr.Supomo,
Dr. Leimena, Arnold Mononutu, Ir. Herling Loah, sedangkan dari BFO adalah
Sultan Hamid II dan Ide anak Anak Agung Gde Agung, anggota-anggotanya kebinet
ini sebagian besar pendukung unitarisme dan hanya dua orrang yang mendukung sistem
federal, yaitu Sultan Hamid II dan Ide anak Agung Gde Agung. Dengan demikian,
gerakan untuk membubarkan Negara Federal dan dan membentuk Negara kesatuan
semakin kuat. Lebih-lebih karena pembentukan Negara Federal itu bermula pada
usaha Belanda untuk menghancurkan RI hasil Proklamasi 17 agustus 1945. Sudah
pasti pembentukannya ditentang oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Selain
itu, ternyata di dalam lingkungan Negara-negara bikinan Belanda pun terdapat
gerakan Republiken yang kuat berhasrat menegakkan kembali Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Hasil yang telah ducapai dengan bentuk persetujuan
KMB itu, bukanlah cita-cita rakyat Indonesia. Karena hal itu jelas tidak sesuai
dengan proklamasi 17 agustus 1945. Hasil KMB ini menurut beberapa pemimpin
hanyalah merupakan batu loncatan menuju cita-cita yang murni dari rakyat, yaitu
kemerdekaan yang bulat yang tak ada ikatan dengan apapun. Menjadi tuan yang
sesungguhnya atas nasib sendiri.
Program utama Kabinet Abdul Halim dari Negara bagian
RI yaitu pembentukan Negara kesatuan untuk mewujudkan apa yang disebut oleh
Perdana menteri Abdul Halim sebagai sentiment anti KMB dan RIS yang sangat
besar di Yogyakarta dan terbukti tidak sampai satu tahun tiga belas Negara
bagian RIS telah bergabung dengan RI. Program Negara bagian RI untuk mengubah
Negara RIS menjadi Negara kesatuan RI itu berhasil setelah Negara bagian
Sumatera Timur dan Negara bagian Indonesia Timur bergabung dengan RIS. Dengan
demikian tinggallah satu Negara bagian RI untuk mewujudkan Negara kesatuan
dengan mengubah konstitusi sementara RIS menjadi Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS), kemudian disusul dengan proklamasi pembentukan Negara kesatuan RI oleh
Presiden Soekarno di hadapan sidang Senat dan DPRS di Jakarta pada tanggal 15
agustus 1950.
Hal penggabungan diri kepada suatu daerah-daerah
lain sesungguhnya dapat dilakukan melalui ketentuan pasal 43 dan 44 K- RIS.
Hanya penggabungan itu memerlukan pengaturannya dengan undang-undang segera.
Terdesak oleh pergolakan yang semangkin menghebat didaerah-daerah untuk
menggabungkan diri kepada RI (Negara bagian) maka pemerintah RIS akhirnya menetapkan UU darurat no.11 tanggal 08 maret
1950, LN1950/16 tentang cara perubahan susunan kenegaraan wilayah RIS. Selain ditentukan
melalui plebisit atau pemilihan umum UU darurat ini memungkinkan pula perubahan
itu melalui prosedur yang sumir (dipersingkat).
C. Sejarah Penyusunan
Undang-Undang Dasar Sementara (UUD 1950)
Setelah selesai rancangan naskah
undang-undang dasar itu kemudian disahkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional
Pusat pada tanggal 12 agustus 1950, dan oleh DPR dan Senat RIS pada tanggal 14
agustus 1950. Setelah Persiden membacakan hasil persetujuan bersama RI dan RIS,
kemudian pada tanggal 15 agustus 1950 sebagai Presiden RI, membacakan pernyataan
telah terbentuknya Negara Kesatuan di depan sidang istimewah Komite Nasional
Indonesia Pusat di kota Yogyakarta. Pernyataan-pernyataan itu dilakukan setelah
sebelumnya badan pekerja KNIP menerima mosi Wondoamiseno cs, agar BP KNIP
menerima rancangan UUDS RI dan kelak saja diadakan perubahan-perubahan,
demikian pula pada tanggal 14 agustus 1950 DPR RIS maupun senat RIS telah
menerima rancangan itu.
Penerimaan BP KNIP itu tidak lain
merupakan dukungan terhadap program pertama kebijaksanaan pemerintah Republik
Indonesia pasal 1: “Meneruskan perjuangan untuk mencapai Negara Kesatuan yang
meliputi seluruh kepulauan Indonesia yang dimaksud dalam Proklamasi 17 agustus
1950.”
Undang-Undang Dasar sementara
Republik Indonesia 1950 yang sesungguhnya merupakan UU Republik Indonesia
Serikat No. 7, tertanggal 15 agustus 1950, termuat dalam lembaran Negara No.
50-56 yang terdiri atas dua pasal, yakni pasal 1, tentang perubahan Konstitusi
RIS menjadi UUDS RI, dan pasal II, menyatakan kapan mulai berlaku dan
pernyataan berlaku surut terhadap badan atau lembaga-lembaga itu ternyata
memang untuk menjalakan UUDS ini.
Selanjutnya naskah UUD baru ini
diberlakukan secara resmi mulai tanggal 17 agustus 1950, yaitu dengan
ditetapkannya UU No. 7 Tahun 1950. UUDS 1950 ini bersifat mengganti sehingga
isinya tidak hanya mencerminkan perubahan terhadap konstitusi RIS 1949, tetapi
menggatikan naskah konstitusi RIS itu dengan naskah baru sama sekali dengan
nama Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.
Seperti halnya Konstitusi RIS 1949,
UUDS 1950 ini juga bersifat sementara . Hal ini terlihat jelas dalam rumusan
Pasal 134 yang mengaharuskan Konstituante bersama-sama dengan pemerintah segara
menyusun Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS
1950 itu. Akan tetapi, berbeda dengan Konstitusi RIS yang tidak sempat
membentuk konstituante sebagaimana diamanatkan di dalamnya, amanat UUDS 1950
telah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga pemilihan umum berhasil diselenggarakan
pada bulan desember 1955 untuk memilih anggota konstituante. Pemilihan umum ini
diadakan berdasarkan ketentuan UU No. 7 Tahun 1953. Undang-Undang berisi dua
pasal. Pertama, berisi ketentuan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUDS 1950.
Kedua, berisi ketentuan mengenai tanggal mulai berlakunya UUDS tahun 1950. Atas
dasar UU inilah diadakan Pemilu tahun 1955, yang menghasilkan terbentuknya
Konstituante yang diresmikan di kota Bandung pada tanggal 1956.
Sayangnya, majelis konstituante ini
tidak atau belum sampai berhasil menyelesaikan tugasnya untuk menyusun UUD baru
ketika Presiden Soekarno berkesimpulan bahwa Konstituante telah gagal. Atas
dasar itu, ia mengeluarkan Dekrit tanggal 5 juli 1959 yang memberlakukan
kembali UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik Indonesia selanjutnya. Memang
kemudian tindakan presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit yang dituangkan dalam
bentuk Keputusan Presiden No. 150 Tahun 1959, dan isi Dekrit yang memberlakukan
membubarkan konstituante; berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950;
dan membentuk MPRS dan DPAS.
Sejak dikeluarkannya Dekrit UUD
1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia, tanpa ada ketentuan yang
mengecualikan berlakunya, itu berarti sebagai kesatuan Undang-Undang Dasar ini
berlaku lagi keseluruhannya.
Undang-Undang Dasar 1945 terdiri
dari Bagian Pembukaan, Batang Tubuh yang terperinci menjadi 16 Bab dan
diperinci lagi menjadi 37 pasal, di samping itu ada 4 pasal Aturan Peralihan
dan 2 ayat Aturan Tambahan.
Karena Dekrit 5 Juli 1959 sudah
mengandung ketentuan-ketentuan peralihan sendiri, maka aturan-aturan peralihan
dan aturan-aturan tambahan yang terdapat pada Batang Tubuh UUD 1945 tidak lagi
mempunyai kekuasaan berlaku, kecuali pasal II aturan peralihan yang menyatakan,
bahwa segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama
belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar.
Kalau kita teliti sejarah
berlakunya kembali UUD 1945 yaitu karena keputusan Dewan Menteri tertanggal 19
februari 1959 mengenai “Pelaksanaan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke
UUD 1945”, keputusan yang merupakan ide resmi untuk kembali ke UUD 1945, maka
di dalam keputusan tersebut Bab I tentang UUD 1945 pokok pikiran ke 10, tampak
adnya maksu bahwa UUD 1945 yang dianjurkan pada konstituante untuk ditetapkan
atas dasar pasal 134 UUDS 1950, adalah dimaksukan sebagai Undang-Undang Dasar
yang tetap.
Pokok-pokok pikiran ke 10
menentukan sebagai berikut: “perubahan, tambahan, penyempurnaan UUD 1945 dapat
dilaksanakan dengan melalui jalan pasal 37 UUD 1945, yaitu oleh majelis
Permusyawaratan Rakyat. Sebaliknya hal ini baru dilakukan setelah beberapa
tahun berlaku dan setelah tercapainya stabilisasi di lapangan politik dan
ekonomi.” Dari pokok-pokok pikiran ke 10 ternyata tidak disinggung-singgung
tentang pergantian, tetapi hanya perubahan, penambahan dan penyempuranaan. Itu
baru akan di berlakukan setelah ada stabilisasi di lapangan politik dan
ekonomi.
Sejak keluarnya Dekrit 5 Juli 1959
yang memerintahkan kembali ke UUD 1945 sampai berkhirnya kekuasaan Presiden
Soeharto. Praktis UUD 1945 belum pernah diubah untuk di sempurnakan. Soekarno
dengan Demokrasi Terpimpinnya bukannya menjunjung tinggi nilai-nilai kedaulatan
rakyat, tetapi dijunjung tinggi adalah kekluasaan pemimpin, itulah yang sangat
dominan. Era ini melahirkan sistem diktator dalam kepemimpinan Negara. Presiden
Soekarno telah gagal keluar dari peralihan dilematisnya antara mengembangkan
demokrasi lewat sistem multipartai dengan keinginan untuk menguasai seluruh
partai dalam rangka mempertahankan kekuasaannya. Pengangkatan Presiden seumur
hidup melalui Ketetapan MPRS, merupakan salah satu perwujudan penyelewengan UUD
1945.
Bagitu pun ketika Soekarno naik
naik panggung politik menggatikan Soekarno menjadi Presiden, penyelewengan
terhadap UUD 1945 kembali berulang. UUD 1945 tidak boleh di sentuh oleh siapapun,
istilah yang popular di sakralkan dengan berbagai ancaman dan stigma subversive
yang di tuduhkan bagi yang menyentuhnya. Bahkan hanya Pemerintahan Orde Baru
(Soeharto) yang boleh menafsirkan makna yang terkandung dalam UUD 1945,
sementara MPR tinggal mengesahkan saja.
Ketika gelombang demokratisasi
mengalir deras di tahun 1998 melalui slogan “reformasi” masyarakat menuntut
dilakukannya reformasi politik dan reformasi hukum (konstitusi) karena selama
berlangsungnya pemerintahan Orde Baru muatan konstitusi banyak direduksi oleh
kekuasaan (pemerintah) dan hanya dijadikan justifikasi atas tindakan-tindakan
pemerintah yang jauh dari spririt konstitusionalisme. Tuntutan itu direspons
oleh MPR hasil Pemilu 1999 dengan melakukan perubahan UUD 1945 yang dimulai
dari tahun 1999 sampai dengan 2003.
Secara filosofis, pentingnya
perubahan UUD 1945 adalah pertama, karena UUD 1945 adalah moment opname dari
berbagai kekuatan politik ekonomi yang dominan pada saat dirumuskannya
konstitusi itu. Setelah 54 tahun kemudian, tentu tedapat berbagai perubahan
baik di tingkat nasional maupun global. Hal ini tentu saja belum tercangkup
dalam UUD 1945 karena saat itu belum tampak perubahan tersebut. Kedua, UUD
1945di susun oleh manusia yang sesuai kodratnya tidak akan pernah sampai kepada
tingkat kesempurnaan. Pekerjaan yang dilakukan manusia tetap memiliki
kemungkinan kelemahan maupun kekurangan.
Dari aspek historis, sedari mula
pembuatannya UUD 1945 bersifat sementara. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ir.
Soekarno dalam rapat pertama tanggal 18
agustus 1945, yang mengatakan:
“… Tuan-tuan semuanya tentu
mengerti bahwa undang-undang dasar yang kita buat ini adalah Undang-Undang
Dasar Sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan “ini adalah Undang-Undang Dasar
kilat”, kalau nanti kita telah bernegara dalam suasana yang lebih tentram, kita
tentu akan mengumpulkan kembali MPR yang dapat membuat undang-undang dasar yang
lebih lengkap dan lebih sempurna….”
Dari ungkapan Soekarno di atas
dapatlah disimpulkan bahwa UUD 1945 di buat secara tergesa-gesa, karena akan
segera di pakai untuk melengkapi kebutuhan berdirinya Negara baru Indonesia
yang sudah diprokamasikan sehari sebelumnya, yakni 17 agustus 1945 dan statusnya
adalah sementara. Di samping itu para perumus UUD 1945 belum mempunyai
pengalaman mengurus Negara. Oleh karena itu, masih mencari-cari pola dan bentuk
Negara macam apa yang akan di dirikan dan bagaimana menjalankan pemerintahan.
Maka wajar kalau UUD 1945 belum lengkap dan tidak sempurna. Untuk itu perlu disempurnakan.
makasih atas informasinya
BalasHapusinformasi ini sangat membantu :D
puanjang
BalasHapusMakasihhhh
BalasHapusizin copy
BalasHapusKurang panjang
BalasHapuskurang panjang mazzzz....
BalasHapus\\